Menyambut Era SBY Kedua, Yang (Mudah-mudahan) Lebih Bersih dari Era SBY Pertama

  • George Junus Aditjondro

Abstract

Dilantiknya Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 2009-2014 membuat kalangan dunia usaha lega, tapi meninggalkan pekerjaan rumah yang tidak mudah dalam rangka menyusun Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II (KIB II). Sebab, kabinet mendatang harus mengkompromikan keinginan dunia bisnis untuk iklim usaha yang stabil, dengan ambisi elit partai-partai politik di luar Partai Demokrat, untuk ikut menikmati kekuasaan, dengan dalih ikut menciptakan kemaslahatan umum. Selain itu, bentuk kabinet baru yang dirancang juga harus cocok untuk menjalankan rencana kerja selama lima tahun mendatang. Itu tentu saja, dengan mempertimbangkan minimalisasi oposisi dalam parlemen. Pemerintah, parlemen, dan lembaga yudikatif mendatang perlu mengembalikan kepercayaan rakyat, dengan menjalankan transparansi kekayaan para pemangku jabatan umum, serta jaringan bisnis dari kerabat dan sahabat para pejabat. Hal ini semakin urgen, dengan adanya kemungkinan bahwa PDI Perjuangan tidak akan melakukan oposisi terhadap rencana kenaikan harga BBM, yang rencananya akan dilakukan oleh pemerintah mendatang, demi menutupi deficit APBN.

Dugaan bahwa PDI Perjuangan tidak akan menentang rencana kenaikan harga BBM itu didasarkan pada kenyataan bahwa partai itu masih dikuasai oleh hegemoni keluarga besar Megawati Soekarnoputri dan Taufik Kiemas (TK), yang menguasai selusin SPBU di Jabodetabek, yang merupakan basis diversifikasi usaha keluarga besar itu bersama besannya, Bambang Sukmono Hadi (BSH), mertua politikus muda dan puteri pasangan itu, Puan Maharani. Transparansi kekayaan keluarga besar TK dan besannya, sepatutnya menyertai penetapan TK sebagai Ketua MPR RI yang baru.

Published
2019-07-22