Perang Bush, Perang Keadilan?

  • Victor Silaen

Abstract

Wacana tentang invasi pasukan militer Amerika Serikat (AS), yang dibantu pasukan militer Inggris, ke Irak sudah berlalu. Kini, berita-berita soal perang besar yang dikobarkan oleh Presiden AS George Walker Bush itu sudah lain substansinya. Persoalan sekarang adalah bagaimana memulihkan situasi-kondisi di Irak pasca-perang. Bagaimana masa depan Negeri 1001 Malam itu di bawah pemerintahan sementara AS, yang dipimpin Jay Garner, itulah pertanyaan besarnya. Dalam arti, apakah Irak akan berkembang menjadi sebuah negara demokratis baru di wilayah Timur Tengah? Jawabannya tentu tak bisa dipastikan sekarang. Memang, sejarah mencatat tentang negara-negara yang demokratis. Misalnya saja di Filipina, yang setelah dikoloni AS kelak berkembang menjadi negara demokratis dan menjadi sekutu negara adidaya itu. Demikian halnya dengan Jepang, yang setelah digempur AS justru berkembang menjadi negara demokratis baru dan makmur pula. Tapi, Irak berbeda dengan kedua negara itu. Sebab, sebagai bangsa, ia terdiri atas berbagai suku (juga sekte keagamaannya) yang membuatnya menjadi sangat heterogen. Sedangkan Filipina dan Jepang relatif homogen. Didasarkan itulah, upaya merekonstruksi Irak pascaperang agaknya memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi.

Tulisan ini tak bermaksud menyoroti hal-hal yang masih predictable di Irak itu. Sebaliknya, tulisan ini bertujuan kembali mewacanakan perang, sebagai sebuah persoalan yang banyak menimbulkan debat pro dan kontra. Apakah dewasa ini berperang merupakan sesuatu yang diperbolehkan dan masih dapat dibenarkan? Itulah pertanyaan utamanya. Tak mudah, memang, untuk menjawabnya. Apalagi dikaitkan dengan perang AS-sekutu versus Irak itu, yang secara faktual telah menimbulkan dua kubu: ada yang kontra, tapi tak sedikit pula yang pro Bush. Kedua kelompok itu tentu memiliki alasannya masing-masing. Itu sebabnya kita perlu menimbangnya secara komprehensif. Bagian berikut tulisan ini mencoba menganalisa perang dari berbagai perspektif.

Perang yang dimaksud dalam konteks ini adalah perang yang bersifat fisik, yang tentu saja mengandung kekerasan sebagai hakikatnya.

Published
2019-06-21