KONFLIK TANAH DI DAERAH OTONOM BARU (DOB) STUDI KONFLIK TANAH PEMBANGUNAN KANTOR DPRD DI KABUPATEN NAGEKEO, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

  • Fransiskus X. Gian Tue Mali Universitas Kristen Indonesia

Abstract

Abstract
Post implementation of regional autonomy and the impact on regional expansion, then DOB will start the construction of infrastructure facilities and infrastructure for the public interest. But often in the process of conflict either in the form of the issue of compensation, land acquisition, nor the problem of land ownership. Issues such as this led to the government and people often face to face in a conflict that sometimes led to delays in economic development is the primary objective of regional expansion. Because local governments and regional elites tend to be born as a major power in the region. Along with that, the community and social groups in it was reborn as a force that is trying to fight for their rights are neglected. The study concluded that the land conflict in Nagekeo as DOB pahamnya occurs because local governments on regional autonomy meaning that governments in the region tend to be born as the arrogant powers are hiding behind reasons of public interest that is ridden by personal and group interests. Thus ignoring the rights of some communities in the area. Local authorities thus essentially a major factor in the failure of regional expansion in Nagekeo.
Keywords: Land Conflict, DOB, Nagekeo


Abstrak
Pasca penerapan otonomi daerah dan berdampak pada pemekaran daerah, maka Daerah Otonom Baru (DOB) akan mulai melakukan pembangunan sarana prasarana maupun infrastruktur bagi kepentingan publik. Namun sering dalam proses tersebut terjadi konflik baik berupa persoalan ganti rugi, pembebasan lahan, maupun masalah kepemilikan lahan. Persoalan seperti ini menyebabkan pemerintah dan masyarakat sering berhadap-hadapan dalam konflik yang terkadang berujung pada terhambatnya pembangunan ekonomi yang merupakan tujuan utama dari pemekaran daerah. Karena pemda dan para elit daerah cenderung lahir sebagai kekuatan utama di daerah. Seiring dengan itupula masyarakat dan kelompok sosial di dalamnya pun lahir kembali sebagai kekuatan yang berusaha memperjuangkan hak-haknya yang terabaikan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa konflik tanah di Nagekeo sebagai DOB terjadi karena tidak pahamnya pemerintah daerah terhadap makna otonomi daerah sehingga pemerintah di daerah cenderung lahir sebagai kekuatan arogan yang berlindung dibalik alasan kepentingan umum yang ditunggangi oleh kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga mengabaikan hak sebagian masyarakat daerah. Sehingga pada hakikatnya pemerintah daerahlah faktor utama dalam kegagalan pemekaran daerah di Nagekeo.
Kata kunci : Konflik Tanah, DOB, Nagekeo

Published
2018-06-28