Demokrasi, Sistem Pemilu, Dan Pengelolaan Konflik Etnik

  • Edwin M.B. Tambunan

Abstract

Dalam Ilmu Politik dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi, yaitu pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empirik (procedural democracy). Dalam pemahaman secara normatif, demokrasi merupakan sesuatu yang secara idiil hendak dilakukan dan diselenggarakan oleh sebuah negara. Ungkapan tentang hal ini biasanya diterjemahkan dalam konstitusi masing-masing negara.

Demokrasi normatif belum tentu terlihat dalam konteks kehidupan politik sehari-hari suatu negara. Oleh karena itu, adalah sangat perlu untuk melihat bagaimana makna demokrasi secara empirik, yaitu perwujudan demokrasi dalam kehidupan sehari-hari.

Kalangan ilmuwan Politik, setelah mengamati praktik-praktik demokrasi di berbagai negara, merumuskan demokrasi secara empirik dengan menggunakan sejumlah indikator. Di antara para pakar yang melakukan penelitian untuk menemukan indikator-indikator ini adalah Juan Linz, G. Bingham Powell, Jr., dan Robert Dahl. Almarhum Prof. Dr. Affan Gaffar, MA, dengan berpijak pada indikator yang  ditemukan para pakar tersebut, menyimpulkan ada lima indikator untuk mengamati apakah sebuah negara merupakan sistem yang demokratis atau tidak.

Indikator pertama adalah akuntabilitas. Setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang hendak dan telah ditempuhnya. Juga ucapan dan perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang, bahkan akan dijalaninya. Pertanggungjawaban tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas, yaitu perilaku anak, isteri, dan sanak-saudara, terutama yang berkaitan dengan jabatannya.

Indikator kedua adalah rotasi kekuasaan. Untuk disebut demokratis, dalam suatu negara harus terdapat peluang terjadinya rotasi kekuasaan yang dilakukan secara damai dan teratur. Jadi, tidak hanya satu atau sekelompok orang yang sama yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup.

Indikator selanjutnya adalah rekrutmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan sistem rekrutmen politik yang terbuka. Artinya, orang yang akan menduduki suatu jabatan publik dipilih melalu suatu kompetisi terbuka dengan peluang yang sama. Peluang untuk mengisi jabatan publik jangan hanya dimiliki oleh beberapa gelintir orang saja.

Indikator keempat adalah pemilihan umum. Suatu negara dikatakan demokratis apabila rekrutmen politik dalam rangka rotasi kekuasaan dilakukan lewat suatu pemilihan umum yang dilaksanakan secara teratur. Dalam pemilihan umum ini, setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak yang sama untuk memilih dan dipilih, dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Mereka juga bebas mengikuti segala macam aktivitas yang dilakukan dalam rangka pemilihan.

Indikator kelima adalah menikmati hak-hak dasar. Di dalam negara yang demokratis setiap warga negara harus bebas menikmati hak-hak dasar mereka sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Unviersal Hak-hak Asasi manusia (HAM) dan konvensi tentang HAM lainnya

Published
2019-06-21