http://ejournal.uki.ac.id/index.php/noa/issue/feedNOVUM ARGUMENTUM2022-12-12T08:57:17+00:00Bambang Murtiantonargumentum@uki.ac.idOpen Journal Systems<p>Jurnal hukum <strong>NOVUM ARGUMENTUM.</strong></p> <p>Visi: menuju lembaga penelitian dosen dan mahasiswa dalam bidang hukum berorientasi problem solving</p> <p>Misi: Melaksanakan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat</p> <p>Menjadikan jurnal Novum Argumentum sebagai ajang menuangkan konsep hukum di era global</p> <p>Melakukan tri darma sebagai bentuk tanggungjawab kepada stake holder.</p>http://ejournal.uki.ac.id/index.php/noa/article/view/4458Penyelesaian Perselisihan PHK di Masa Pandemi Covid-19 di Luar Pengadilan Hubungan Industrial2022-12-12T08:57:14+00:00Haris Dajayadiajitpademangan@gmail.com<p>Abstrak<br>Pada tahun 2020, dunia dihebohkan dengan Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Salah satu yang terparah terkena dampak pandemi ini adalah sektor ketenagakerjaan. Pandemi COVID-19 telah merusak kinerja, produktivitas, keuangan perusahaan dan kewajiban pengusaha seperti hak-hak <br>normatif pekerja termasuk upah.Banyak perusahaan memberhentikan pekerja mulai dari cuti tidak dibayar, hingga pemutusan hubungan kerja secara sepihak.</p> <p>Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif; menggunakan sumber dari data perpustakaan, dan menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. <br>Hasil penelitian ini adalah: fenomena PHK di masa pandemi Covid-19 lebih parah pada sektor jasa perantara dan agen penjualan yang melibatkan banyak pekerja masal. Penyebab terjadinya PHK adalah terjadinya force majeure dan efisiensi operasional perusahaan. Beberapa penyelesaian PHK di luar pengadilan Hubungan Industrial adalah melalui Lembaga Kerjasama Bipartit, atau melalui Mediasi, atau melalui Konsiliasi atau melalui Arbitrase.</p> <p><br>Kata kunci: Hubungan Industrial, Pandemi Covid-19, Pemutusan Hubungan Kerja, force majeure, bipartit, konsiliasi, arbitrase, mediasi</p> <p><br>ABSTRACT<br>In 2020, the world was shocked by the Corona Virus Disease-19 (Covid-19). One of the worst affected by this pandemic is the employment sector. The COVID-19 pandemic has damaged performance, productivity, company finances and employers’ obligations such as the normative rights of workers including wages. Many companies have laid off workers ranging from unpaid leave, to unilateral termination of employment.<br>This research is a normative legal research; using sources from library data, and using the types of legislation and concept approaches.<br>The results of this study are: the phenomenon of layoffs during the Covid-19 pandemic is more severe in the intermediary and sales agent service sector which involves many mass workers. The causes of layoffs are the occurrence of force majeure and the company’s operational efficiency. Some settlements of layoffs outside the Industrial Relations court are through the Bipartite Cooperation Institution, or through Mediation, or through Conciliation or through Arbitration</p> <p>Keywords: Industrial Relations, Covid-19 Pandemic, Termination of Employment, force majeure, <br>bipartite, conciliation, arbitration, mediatio</p>2022-12-12T08:47:23+00:00Copyright (c) 2022 NOVUM ARGUMENTUMhttp://ejournal.uki.ac.id/index.php/noa/article/view/4459Pengawasan Market Conduct Terhadap Layanan Peer to Peer Lending (P2P Lending) Ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 01/POJK.07/20132022-12-12T08:57:15+00:00Elizabeth Diani Samanthaliza.soemanto@gmail.comGindo L. Tobingliza.soemanto@gmail.comWiwik Sri Widiartyliza.soemanto@gmail.com<p>Abstrak<br>Terselenggaranya kegiatan jasa keuangan yang transparan, berkeadilan, dan berintegritas merupakan tujuan utama dibentuknya otoritas jasa keuangan. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui pengawasan, termasuk pengawasan Peer to Peer Lending (P2P Lending). Fokus tulisan ini mengkaji pelaksanaan pengawasan pasar dalam perspektif P2P Lending POJK No. 01/ POJK.07/2013.<br>Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, pengawasan pasar yang dilakukan oleh OJK belum dilakukan secara maksimal. Kondisi ini karena POJK No.01//POJK.07/2013 belum mengatur secara spesifik tanggal definisi, bentuk, dan mekanisme perilaku pasar yang dilakukan oleh OJK.<br>Ketentuan Pasal 34 dan Pasal 48 POJK No.01//POJK.07/2013 hanya memiliki korelasi yang paling dekat, namun wujud pengawasan market conduct sebenarnya ada pada layanan P2P Lending.</p> <p>Kata kunci: Pengawasan, Perilaku Pasar, Peer to Peer Lending</p> <p><br>Abstract<br>The implementation of financial services activities that are transparent, fair, and with integrity is the main objective of the establishment of a financial services authority. One of the ways to achieve this goal is through supervision, including supervision of Peer to Peer Lending (P2P Lending). The focus of this paper examines the implementation of market supervision in P2P Lending perspective POJK No. 01/POJK.07/2013. <br>Based on the results of the research that the author has done, market supervision carried out by OJK has not been carried out optimally. This condition is because POJK No.01//POJK.07/2013 has not specifically regulated the date of definition, form and mechanism of market conduct carried out by OJK. <br>The provisions of Article 34 and Article 48 of POJK No.01//POJK.07/2013 only have the closest correlation, but the manifestation of market conduct supervision is actually in P2P Lending services.</p> <p>Keywords: Supervision, Market Conduct, Peer to Peer Lendin</p>2022-12-12T08:47:59+00:00Copyright (c) 2022 NOVUM ARGUMENTUMhttp://ejournal.uki.ac.id/index.php/noa/article/view/4460Implikasi Yuridis Badan Hukum Yayasan (Suatu Tinjauan Normatif)2022-12-12T08:57:15+00:00Abriana Kusuma Dewiuki@mail.com<p>Abstrak<br>Putusan Mahkamah Agung Nomor 124K/Sip/1973 telah memberikan kepastian tentang kedudukan hukum yayasan bahwa yayasan adalah badan hukum. Kedudukan yayasan semakin dikukuhkan sebagai badan hukum dengan diterbitkannya UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang kemudian diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.<br>Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, adalah badan hukum yang terdiri dari kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.<br>Masalah yang akan dibahas dalam artikel ini adalah: kedudukan dan ketentuan hukum tentang yayasan sebelum dan sesudah dikeluarkannya Undang-undang yayasan, serta implikasi yuridis badan hukum yayasan. Bagaimana kedudukan hukum yayasan yang lahir sebelum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang belum memenuhi atau memenuhi ketentuan Pasal 71 ayat (1) tetapi belum melakukan penyesuaian terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2008 dan akibat hukumnya.</p> <p>Kata kunci: UU yayasan, harta kekayaan yang dipisahkan, akibat hukum UU yayasan</p> <p>ABSTRACT<br>The Supreme Court’s decision Number 124K/Sip/1973 has provided certainty about the legal standing of the foundation that the foundation is a legal entity. The position of the foundation was further confirmed as a legal entity with the issuance of Law Number 16 of 2001 concerning Foundations which was later amended by Law Number 28 of 2008 concerning Amendments to Law Number 16 of 2001 concerning Foundations.<br>Foundation as referred to in Article 1 is a legal entity consisting of separated assets and is intended to achieve certain goals in the social, religious and humanitarian fields. <br>The problems that will be discussed in this article are: the position and legal provisions regarding foundations before and after the issuance of the Foundation Law, as well as the juridical implications of foundation legal entities. What is the legal position of foundations born before Law Number 16 of 2001 that have not fulfilled or fulfilled the provisions of Article 71 paragraph (1) but have not made adjustments to Law Number 16 of 2001 and Law Number 24 of 2008 and their legal consequences.</p> <p>Keywords: Foundation Law, separated assets, legal consequences of foundations Law</p>2022-12-12T08:48:19+00:00Copyright (c) 2022 NOVUM ARGUMENTUMhttp://ejournal.uki.ac.id/index.php/noa/article/view/4461Analisa Yuridis Hubungan Ketenagakerjaan Direksi dengan Perseroan: (Studi Kasus Antara Anwar Suwarta Dengan Pt. QT)2022-12-12T08:57:16+00:00Marihot Siahaanuki@mail.com<p>Abstrak<br>Kinerja Perseroan Terbatas Bergantung pada kontribusi beberapa komponen, baik itu karyawan, staf, manajer, hingga cleaning service. Semua pihak ini harus bersinergi untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Pihak yang diberi tugas dan wewenang sebagai pengurus di Perseroan adalah Direksi. Direksi adalah organ Perseroan yang bertugas mewakili Perseroan di dalam dan di luar pengadilan. Direksi merupakan pihak yang mengendalikan pengurusan perusahaan dalam kegiatan sehari-hari. Yang berhak mengangkat dan atau sewaktu-waktu memberhentikan Direksi adalah Rapat Umum Pemegang Saham dengan menyebutkan alasannya. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah Direksi berhak mendapatkan hak pesangon atau hak lainnya berdasarkan UU Ketenagakerjaan? Apakah Direksi tunduk pada UU Ketenagakerjaan?</p> <p>Kata kunci: Perseroan Terbatas, pemberhentian Direksi, hak sebagai karyawan</p> <p>Abstract<br>The performance of a limited liability company depends on the contribution of several components, be it employees, staff, managers, to cleaning services. All of these parties must work together to realize the company’s goals. The party who is given the task and authority as management in the Company is the Board of Directors. The Board of Directors is the Company’s organ in charge of representing the Company inside and outside the court. The Board of Directors is the party that controls the management of the company in daily activities. The right to appoint and or dismiss the Board of Directors at any time is the General Meeting of Shareholders by stating the reasons. But the question is, are the Directors entitled to severance pay or other rights under the Manpower Act? Does the Board of Directors comply with the Manpower Act?</p> <p>Keywords: Limited Liability Company, dismissal of Directors, rights as employees</p>2022-12-12T08:48:42+00:00Copyright (c) 2022 NOVUM ARGUMENTUMhttp://ejournal.uki.ac.id/index.php/noa/article/view/4462Implikasi Yuridis UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal serta UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Berhadapan dengan Otonomi Daerah 2022-12-12T08:57:16+00:00Rakhmat Adityauki@mail.comR. F. Saragihuki@mail.comSuhandi Cahayauki@mail.com<p>ABSTRAK<br>Penelitian ini mengkaji peraturan perundang-undangan tentang penanaman modal di era otonomi daerah terkait pertambangan batubara. Masalah yang dikaji: 1) Bagaimana implikasi yuridis UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dalam kegiatan penanaman modal di era otonomi daerah 2) Apa saja kendala penanaman modal pertambangan di Indonesia yang menimbulkan ketidakpastian hukum. <br>Hasil kajian, bahwa baik undang-undang tentang penanaman modal maupun tentang otonomi daerah harus memiliki keserasian dan konsistensi, termasuk peraturan perundang-undangan di bawahnya, apalagi UU tersebut telah disesuaikan dengan perkembangan ekonomi global dengan diterbitkannya Undang-Undang 25 Tahun 2007. <br>Sedangkan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah mengakomodir tentang otonomi, namun banyak peraturan daerah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, sehingga tidak kondusif bagi penanaman modal di daerah baik untuk penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN).<br>Kedua, kendala investasi di pertambangan batubara adalah tidak adanya ketidakpastian hukum karena UU Pertambangan Mineral dan Batubara tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Ada pasal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lain, inkonsistensi, duplikasi, multitafsir, dan tidak operasional.</p> <p>Kata kunci: Investasi, Otonomi Daerah, Penyempurnaan kebijakan dan perangkat hukum.</p> <p>ABSTRACT<br>This study examines the laws and regulations regarding investment in the era of regional autonomy related to coal mining. The problems studied consist of 1) What are the juridical implications of Law Number 25 of 2007 concerning Investment and Law Number 32 of 2004 concerning Regional Government in investment activities in the era of regional autonomy 2) What are the obstacles to investment in mining businesses in Indonesia that cause legal uncertainty<br>The results of the study, that both the law on investment and on regional autonomy must have harmony and consistency, including the legislation under it, morever has been adapted to global economic developments with the issuance of Law 25 of 2007.<br>While Law No. 32 of 2004 concerning Regional Government has accommodated autonomy, but many regional regulations are not in accordance with the laws and regulations above, so that it is not conducive to investment in the region for both foreign investment (PMA) and domestic investment. (PMDN). .<br>Second, the obstacle to investment in coal mining is the absence of legal uncertainty because the Mineral and Coal Mining Law overlaps with other laws and regulations. There are articles that contradict other laws and regulations, are inconsistent, duplicate, have multiple interpretations, and are not operational.</p> <p>Keywords: Investment, Regional Autonomy, Completion of policies and legal instruments</p>2022-12-12T08:49:02+00:00Copyright (c) 2022 NOVUM ARGUMENTUMhttp://ejournal.uki.ac.id/index.php/noa/article/view/4463Analisis Yuridis atas Pajak Bumi dan Bangunan pada Kepemilikan Satuan Rumah Susun Condotel2022-12-12T08:57:16+00:00Mohammad Aufar Sadatuki@mail.com<p>ABSTRAK<br>Penelitian ini mengkaji aspek yuridis formal pemungutan pajak atas satuan bumi dan bangunan rumah susun hotel atau rumah susun. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan tempat tinggal yang semakin meningkat, sehingga bisnis rumah susun kondotel semakin diminati oleh warga negara Indonesia maupun asing, juga mendorong investasi properti. Namun fenomena ini masih menyisakan permasalahan di bidang perpajakan. Pajak Bumi dan Bangunan.<br>Objek penelitian ini adalah: 1) aspek yuridis pengenaan pajak atas kepemilikan tanah dan bangunan Rumah Susun Kondotel 2) Apa akibat hukum dari ketidakpatuhan wajib pajak atas kepemilikan tanah dan bangunan Rumah Susun Kondotel? Dan 3) Bagaimana penerapan sistem pemungutan pajak atas kepemilikan tanah dan bangunan kondotel, seberapa efektif sanksi dalam peraturan perpajakan?</p> <p>Kata kunci: Pajak bumi dan bangunan, kondotel, kepatuhan wajib pajak.</p> <p>ABSTRACT<br>This study examines the formal juridical aspects of tax collection on land and building units of condominium hotel or condotel flats. This research is motivated by the increasing need for housing, so that the business of condotel flats is increasingly in demand by Indonesian citizens and foreigners, it also stimulates property investment. However, this phenomenon still leaves problems in the field of taxation. property tax.<br>The objects of this research are: 1) the juridical aspects of tax imposition on land and building ownership of Condotel Flats 2) What are the legal consequences of non-compliance by taxpayers on land and building ownership of Condotel Flats? And 3) How is the implementation of the tax collection system on the ownership of land and condotel buildings, how effective is the sanctions in tax regulations?</p> <p>Keywords: Land and building tax, condotel, taxpayer compliance</p>2022-12-12T08:49:27+00:00Copyright (c) 2022 NOVUM ARGUMENTUMhttp://ejournal.uki.ac.id/index.php/noa/article/view/4464Pengawasan terhadap Pelanggaran Hukum Tenaga Kerja Asing di Indonesia2022-12-12T08:57:16+00:00Gabriella Helianuki@mail.com<p>ABSTRAK<br>Dalam membiayai pembangunan pemerintah mengundang investor asing melalui Foreign Direct Investment (FDI) yang memungkinkan masuknya tenaga kerja asing sebagai ikutannya. Masalah utama penelitian ini ini adalah bagaimana pengawasan tenaga kerja asing oleh Departemen Tenaga Kerja menghadapi kasus pelanggaran undang-undang perizinan.<br>Keputusan Nomor: 41/PID.Sus/2010/PN.F dan Keputusan No 411/Pid.Sus/2017/PN MPW merupakan comtoh akibat hukum penggunaan tenaga kerja asing oleh peraturan perundangundangan. <br>Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. <br>Hasil penelitian menunjukkan; 1) Masih maraknya praktek penggunaan Tenaga Kerja Asing Ilegal, maupun Orang Asing yang menyalahgunakan Izin Keimigrasian dan Izin Kerja; 2) Sanksi penyalahgunaan izin keimigrasian dalam UU No 16 Tahun 2011 Pasal 121; 3) Sanksi Penyalahgunaan Izin Kerja dalam UU No 13 Tahun 2003 Pasal 185. Negara berperan penting dalam pengawasan dan pencegahan tenaga kerja asing ilegal.</p> <p>Kata kunci: modal asing, tenaga kerja asing ilegal, penyalahgunaan imigrasi, izin kerja, sanksi</p> <p>ABSTRACT<br>In financing development, the government invites foreign investors through Foreign Direct Investment (FDI) which allows the entry of foreign workers as a follow-up. The main problem of this research is how the supervision of foreign workers by the Ministry of Manpower deals with cases of violations of licensing laws.<br>Decision No. 41/PID.Sus/2010/PN.F and Decree No. 411/Pid.Sus/2017/PN MPW are examples of legal consequences of using foreign workers by laws and regulations.<br>This research uses normative legal research methods and descriptive research methods. The data used are primary data and secondary data.<br>The results showed; 1) The widespread practice of using Illegal Foreign Workers, as well as Foreigners who abuse Immigration Permits and Work Permits; 2) Sanctions for misuse of immigration permits in Law No. 16 of 2011 Article 121; 3) Sanctions for Misuse of Work Permits in Law No. 13 of 2003 Article 185. The state plays an important role in the supervision and prevention of illegal foreign workers.</p> <p>Keywords: foreign capital, illegal foreign workers, immigration abuse, work permits, sanctions.</p>2022-12-12T08:49:52+00:00Copyright (c) 2022 NOVUM ARGUMENTUMhttp://ejournal.uki.ac.id/index.php/noa/article/view/4465Eksekusi Jaminan Fiducia Dan Pelaksanaan Dalam Praktek Menurut UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fiducia (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 216/PDT.SUS.BPSK/2017/PN.MDN)2022-12-12T08:57:17+00:00Edwin Desyanto Pakpahanpakpahan.edwin14@gmail.com<p>Abstrak <br>Fiducia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Salah satu sifat jaminan fiducia ialah kemudahan untuk melakukan eksekusi atas benda objek jaminan fiducia untuk pelunasan piutang apabila pemberi fiducia (debitur) cidera janji. Di lapangan sering ditemukan kasus bahwa kreditur mengalami hambatan pada saat melakukan eksekusi atas objek jaminan fiducia. <br>Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif mengenai Putusan pengadilan Negeri Medan nomor 216/Pdt.Sus.BPSK/2017/PN.Mdn yang bersifat deskriptif analitis. <br>Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, analisis putusan melalui analisis fakta, analisis yuridis dan analisis filosofis.Teori Kepastian Hukum di dalam menyelesaikan permasalahan untuk studi kasus di Pengadilan Negeri Medan di atas. <br>Eksekusi jaminan fiducia pasca putusan MK.Nomor 18/PUU-XVII/2019 masih tetap mengacu pada pasal 15 ayat 2 dan 3 UU Fiducia hanya terhadap frasa cidera janji atau wanprestasi harus ada kesepakatan antara pemberi dan penerima fiducia.</p> <p>Kata Kunci : Eksekusi Jaminan Fiducia, Pelaksanaan Dalam Praktek, Putusan MK </p> <p>Abstract<br>Fiduciary is the transfer of ownership rights to an object based on the belief that the object whose ownership rights are transferred remains in the control of the owner of the object. One of the characteristics of a fiduciary guarantee is the ease of executing the object of the fiduciary guarantee for the settlement of receivables if the fiduciary provider (debtor) is in default. In the field, cases are often found that creditors experience obstacles when executing the object of fiduciary security.<br>This research is a normative juridical research regarding the Medan District Court Decision number 216/Pdt.Sus.BPSK/2017/PN.Mdn which is analytically descriptive.<br>Methods of collecting data were interviews, decision analysis through fact analysis, juridical analysis and philosophical analysis. Legal Certainty Theory in solving problems for the case study at the Medan District Court above.The execution of fiduciary guarantees after the Constitutional Court’s decision Number 18/PUUXVII/2019 still refers to Article 15 paragraphs 2 and 3 of the Fiducia Law only for the phrase breach of contract or default there must be an agreement between the giver and the recipient of the fiduciary.</p> <p>Keywords: Execution of Fiduciary Guarantee, Implementation in Practice, MK Decision</p>2022-12-12T08:51:08+00:00Copyright (c) 2022 NOVUM ARGUMENTUMhttp://ejournal.uki.ac.id/index.php/noa/article/view/4466Thomas Hobbes: Ketakutan sebagai Dasar Terbentuknya Negara2022-12-12T08:57:17+00:00Thomas Bambang Murtiantobambang_murtianto@yahoo.com<p>ABSTRAK<br>Dari mana negara berasal telah dipikirkan oleh tiga filsuf: Thomas Hobbes John Locke dan J.J. Rousseau berdasarkan keadaan alam, dan hanya Hobbes yang melihatnya dari rasa takut sebagai alasan dasar pembentukan negara yang akan dieksplorasi dalam artikel ini.<br>Situasi tanpa hukum di alam, di mana yang lemah bahkan bisa mengalahkan yang kuat dengan licik, membuat semua orang merasa tidak aman, curiga satu sama lain: manusia menjadi serigala satu sama lain (homo homini lupus), yang membuat situasi perang semua melawan semua (bellum umnium kontra omnes).<br>Agar masyarakat menemukan rasa aman, maka mereka sepakat untuk berdamai. Dengan rela menyerahkan haknya untuk membela diri kepada pihak ketiga, Leviathan, untuk dipatuhi oleh semua, dan memberikan rasa aman bagi semua. Leviathan diberi kekuasaan untuk membuat undang-undang, dan keputusannya mutlak, harus dihormati, dan menakutkan karena siapa pun yang melanggar akan dihukum.<br>Lalu dimana letak kebebasan manusia saat menyerah pada penguasa absolut? Apakah masih ada ruang untuk kebebasan? Itulah pertanyaan bagi Hobbes yang selalu didiskusikan dan diperdebatkan hingga saat ini.</p> <p><br>ABSRAK<br>Where the state came from has been thought by three philosophers: Thomas Hobbes John Locke and J.J. Rousseau based on the state of nature, and only Hobbes saw it from fear as the basic reason for the formation of the state which this article will explore.<br>The lawless situation in the state of nature, where even the weak could defeat the strong with cunning, made everyone feel insecure, suspicious of one another: humans become each other’s wolves (homo homini lupus), which makes the situation a war of all against all (bellum umnium contra omnes).<br>In order for the people to find a sense of security, then they agreed to make peace. Willingly surrender their right to defend themselves to a third party, Leviathan, to be obeyed by all, and provide a sense of security for all. Leviathan is given the power to make laws, and the decisions are absolute, must be respected, and scary because whoever will violate is punished.<br>Then where is human freedom when surrendering to absolute rulers? Is there still room for freedom? That is a question to Hobbes that is always discussed and debated until this day</p>2022-12-12T08:51:29+00:00Copyright (c) 2022 NOVUM ARGUMENTUMhttp://ejournal.uki.ac.id/index.php/noa/article/view/4467EVENT SEMINAR HUKUM: PERAN DAN FUNGSI PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN KEPATUHAN PEMBERI KERJA NON PENYELENGGARA NEGARA PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL2022-12-12T08:57:17+00:00Mahasiswa Magister Hukum UKI uki@mail.com<p>EVENT SEMINAR HUKUM: <br>PERAN DAN FUNGSI PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN KEPATUHAN PEMBERI KERJA NON PENYELENGGARA NEGARA PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL</p>2022-12-12T08:55:38+00:00Copyright (c) 2022 NOVUM ARGUMENTUM