Perkembangan Keterwakilan Politik Perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Barat (Studi Komparatif Kebijakan Affirmative Action Periode Pemilu Legislatif 2004-2014)
Abstract
Abstrak: Rendahnya angka keterpilihan perempuan di lembaga Legislatif di Indonesia masih menjadi kajian menarik oleh beberapa kelompok sampai sekarang, sebut saja diantaranya yaitu kelompok pegiat gender. Salah satu lembaga legislatif di Indonesia yang memiliki masalah dengan angka rendahnya keterpilihan perempuan adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat. Sejak hadirnya kebijakan pemerintah yang tertuang dalam pasal 65 UU nomor 12 tahun 2003 yaitu tentang penetapan kuota 30% keterwakilan politik perempuan di legislatif sebagai affirmative action dalam pemilu 2004 sampai sekarang, faktanya kebijakan tersebut masih belum mampu meningkatkan jumlah keterpilihan perempuan di lembaga legislatif. Selama 3 periode pemilu, jumlah laki-laki masih diatas jumlah perempuan. Bahkan angka kritis 30% untuk perempuan di lembaga legislatif pun tidak tercapai. Sejauh ini, angka maksimal keterpilihan perempuan yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat hanya berjumlah 7 orang dari total keseluruhan sebanyak 65 orang. Tentunya, affirmative action perlu mengalami perbaikan lagi, sampai akhirnya kebijakan itu dapat menjadi solusi terhadap krisis perempuan dalam politik. Dari berbagai faktor penyebab tidak tercapainya tujuan peningkatan perempuan di lembaga legislatif, sepertinya butuh pembedahan kasus yang lebih mendalam lagi. Gunanya agar kebijakan yang dihasilkan lebih tepat sasaran, efektif dan efisien. Sedangkan manfaat akhirnya adalah dapat menjadi masukan untuk pemerintah dalam proses pembuatan kebijakan affirmative action yang sukses meningkatkan angka perempuan di lembaga legislatif di Indonesia pada umumnya dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat khususnya. Penelitian ini mempergunakan metode kualitatif dengan teknik komparatif. Adapun beberapa konsep dan teori yang dipergunakan yaitu konsep affirmative action, teori keterwakilan politik perempuan, dan konsep bias gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala masih rendahnya keterwakilan politik perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat disebabkan oleh faktor keuangan yang dimiliki calon, stereotype, gender, budaya patriarki dan lemahnya kemampuan caleg perempuan dalam politik serta modal komunikasi yang belum baik. Ada tiga hal untuk membuat kesuksesan terhadap kebijakan affirmative action yaitu pertama perbaikan dari aspek peraturan, kedua, perbaikan dari aspek perempuan calon dan ketiga adalah perbaikan dari pola pemikiran masyarakat.
Kata kunci: Perkembangan Keterwakilan Politik Perempuan, Studi Komparatif, Affirmative Action, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Barat
Abstract: The low number of women elected at legislative institutions in Indonesia is still an interesting study by several groups until now, including the gender activist group. One of the legislative institutions in Indonesia that has problems with the low number of women being elected is the Regional Representative Council of the Province of West Sumatra. Since the introduction of a special temporary government policy for women/affirmative action (2004 elections) until now, the fact is that the policy has not been able to increase the number of women elected in the legislature. During the 3 election periods, the number of men was still above the number of women. Even the 30% critical figure for women in the legislature was not reached. So far, the maximum number of women elected in the Regional Representative Council of West Sumatra Province is only 7 people out of a total of 65 people. Of course, affirmative action needs to be improved again, until finally the policy can be a solution to the crisis of women in politics. Of the various factors that have not achieved the goal of increasing women in the legislature, it seems that more in-depth cases are needed. The point is that the resulting policies are more targeted, effective and efficient. While the final benefit is that it can be input for the government in the process of making a successful affirmative action policy that increases the number of women in the legislative body in Indonesia in general and the Regional Representative Council of West Sumatra Province in particular. This study uses qualitative methods with comparative techniques. Some of the concepts and theories used are the concept of affirmative action, the theory of women's political representation, and the concept of gender bias. The results showed that the constraints of the low political representation of women in the Regional Representatives Council of West Sumatra Province were caused by financial factors owned by candidates, stereotypes, gender, patriarchal culture and the weak ability of female candidates in politics and lack of communication capital. There are three things to make a success of the affirmative action policy, namely the first improvement from the aspect of regulation, second, the improvement from the aspect of a prospective woman and third is the improvement of the community's mindset.
Key words: Women Political Representation, Comparative Study, Affirmative Action, Regional Representative Council of the Province of West Sumatra
- View 3142 times Download 3142 times PDF (Bahasa Indonesia)